Menikah, tentunya menjadi suatu fase baru yang membahagiakan dalam hidup. Menikmati waktu dan membuat momen berharga bersama pasangan menjadi apa yang diimpikan setiap orang dalam pernikahan mereka. Namun, menikah juga bukanlah sebuah tanggung jawab yang mudah untuk dijalani.
Lebih dari memperhatikan usia ideal untuk nikah, akan lebih baik kamu mengevaluasi diri dan pasangan tentang seberapa siap kamu secara mental untuk membangun sebuah pernikahan. Tentunya seperti yang selalu diingatkan orang-orang di sekitarmu, menikah adalah momen satu kali seumur hidup.
Kehidupan Setelah Menikah Tidak Selalu Manis
Tanggung jawab baru, lingkungan, dan suasana baru adalah hal-hal yang perlu kamu hadapi setelah menikah. Realitanya, kehidupan pernikahan akan mempengaruhi kesehatan mentalmu secara pribadi. Berkurangnya komunikasi yang efektif di rumah, tinggal bersama pasangan yang terlalu mendominasi, serta pekerjaan rumah yang tidak dikerjakan bersama dapat memicu berbagai konflik timbul setelah pernikahan.
Ada kalanya, beberapa aspek pribadi pasanganmu baru terungkap setelah tinggal bersama untuk membangun kehidupan pernikahan. Saat semua muncul bersamaan dan kamu tidak siap menghadapinya, bisa saja kamu mengalami stres bahkan depresi setelah pernikahan.
Berdasarkan penelitian tahun 2021 terhadap 30 pasangan yang telah menikah, ada beberapa masalah yang seringkali memicu konflik dalam pernikahan. Masalah-masalah tersebut antara lain yaitu miskomunikasi, keuangan, perbedaan karakter, pengasuhan anak, keluarga satu sama lain, kekerasan fisik maupun verbal verbal, komitmen, dan tidak saling menghargai.
Ketika konflik terjadi, setiap orang yang terlibat mungkin saja merasa terluka secara emosional hingga akhirnya sulit memiliki hubungan yang harmonis di kemudian hari.
Lebih dari Sekedar Usia Ideal
Sebuah studi tahun 2012 menunjukkan jika pernikahan pasangan dewasa muda dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental. Pernikahan dapat berdampak pada menurunnya kebiasaan konsumsi alkohol serta kepuasan hidup pada pasangan dewasa muda yang menikah pada usia 22-26 tahun. Namun, stres psikologis selama masa pernikahan tergantung pada kualitas hubungan pernikahan itu sendiri.
Budaya pada suatu daerah seringkali menetapkan standar usia ideal untuk memasuki bahtera pernikahan. Namun, realitanya, kedewasaan, kematangan psikologis, dan kesiapan individu untuk menikah lebih dari sekedar usia ideal. Agar siap secara mental untuk menikah, kamu dan pasangan perlu menyadari jika setiap pasangan harus belajar terbuka dan fleksibel, terutama untuk menghadapi problem kehidupan setelah menikah.
Komunikasi yang terbuka serta pikiran yang fleksibel dan terbuka satu sama lain dapat menjadi kunci penting dalam membangun setiap hubungan, termasuk hubungan pernikahan. Lebih dari sekedar fokus mengejar usia ideal untuk menikah, akan lebih baik setiap pasangan fokus pada kualitas hubungan mereka, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan komunikasi agar siap menjalani kehidupan pernikahan.
Ketika memutuskan untuk masuk bahtera pernikahan, kamu dan pasangan juga harus dapat belajar berempati satu sama lain sehingga dapat mengembangkan sikap memaafkan (forgiveness) yang dapat membantumu mengatasi konflik dalam hubungan. Empati juga dinilai dapat memperkuat hubungan satu sama lain dan mendorong setiap pihak dapat belajar menghargai satu sama lain.
Jika kamu dan pasangan saat ini sedang berencana untuk menikah, kamu mungkin butuh berdiskusi dan mengevaluasi kesiapan mental masing-masing untuk berjuang bersama mengatasi konflik yang mungkin akan dihadapi setelah menikah.
Leave a Reply