Ngomong-ngomong soal jurnaling, siapa yang masih rajin menuliskan keseharianmu dalam sebuah buku atau file? Meskipun terlihat sederhana, ternyata jurnaling memiliki manfaat yang positif, terutama untuk kesehatan mental kita. Kita mungkin sering membuat alasan, seringkali tidak ada waktu atau merasa tidak penting untuk menuliskan perasaan, pikiran, suasana hati, maupun kegiatan sehari-hari kita.
Namun, jurnaling menyimpan momen atau menangkap pengalaman kita. Secara tidak langsung, menurut review Steve Portman, jurnaling membuat kita tetap bersentuhan atau menyadari emosi kita. Menuliskan perasaan dan pikiran kita dapat membuat kita memikirkan kembali tentang perasaan yang kita rasakan serta memberikan insight yang bermanfaat.
Manfaat Jurnaling
Menceritakan kembali keseharian kita, perasaan atau emosi dapat membantu kita memiliki self-awareness sekaligus memotivasi pembelajaran kita. Saat menuliskan kembali perasaan kita, kita cenderung lebih mudah menyadari dan memikirkan kembali apa yang sedang kita rasakan. Hal ini juga berdampak pada perkembangan pribadi kita.
Terlebih, tanpa kita sadari, hal-hal yang kita lalui dalam keseharian kita dapat menjadi pengalaman berharga sekaligus pembelajaran bagi kita. Saat menuliskan jurnal, kita dapat memaknai emosi dan perasaan kita karena menulis tanpa perlu diedit atau tanpa menerima judgement dari orang lain.
Melalui tulisan kita, kita juga dapat menggali lebih dalam terkait masalah dan perasaan yang kita alami. Selain mengekspresikan pikiran dan perasaan, jurnal juga dapat berisi rasa syukur dan terima kasih untuk orang atau hal yang terjadi hari ini.
Jurnaling dapat menjadi salah satu bentuk self-therapy dalam hal mendukung perkembangan dan pertumbuhan pribadi, intuisi, ekspresi diri, mengurangi stres, mengurangi level depresi dan melatih refleksi serta critical thinking.
Mulai Kebiasaan Baik dari Sekarang
Mulai sekarang. Untuk membuat kita terbiasa, tentunya akan butuh waktu. Awalnya mungkin terasa canggung untuk “bercerita pada diri sendiri” melalui tulisan. Jurnaling sebenarnya tidak terbatas pada tulisan, namun dapat menggunakan media lain, misalnya melukis atau menggambar. Ingatlah bahwa jurnaling berarti kebebasan dan mengungkapkan diri tanpa rasa takut diadili.
Kita dapat mulai menuliskan jurnal dengan pertama-tama bertanya pada diri sendiri: “apa yang kita syukuri hari ini? Apa saja hal yang sedang kita pikirkan? Apa saja harapan, mimpi, tujuan, serta rasa takut dan kecemasan kita?” Semakin dalam kita menggali, kita bisa saja menemukan insight atau mengetahui faktor yang menyebabkan beberapa perasaan kita muncul.
Pikirkan jika situasi ini sama seperti saat kita sedang bercerita dengan teman terbaik kita. Selesaikan tulisan kita atau gambar kita dengan sebuah ungkapan positif kesukaan kita atau kesimpulan dan makna yang bisa kita pahami hari ini.
Bawa kembali kehidupan masa lalu yang masih menimbulkan emosi yang kuat setiap kali teringat. Kita juga dapat mencoba menuliskan semacam surat singkat untuk diri kita di masa lalu atau di masa depan. Jadikan tulisan ini sebagai reminder ataupun pesan terima kasih untuk diri kita yang sudah berjuang sejauh ini.
Luka kita, kebahagiaan kita, dan kehidupan kita adalah tanggung jawab kita masing-masing. Sembuh mungkin bukan hal yang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Entah sebagai bahan refleksi, motivasi, atau bentuk self-healing, yuk mencoba biasakan jurnaling demi diri sendiri.
Sumber:
- Reflective Journaling: A portal Into the Virtues of Daily Writing. Feature Article by Steve Portman
- Pastore, Caitlin. (2020). Stress Management in College Students: Why Journaling is the most Effective Technique for this demographic.
- Alt, Dorit., Raichel, Nirit. (2020). Reflective Journaling and Metacognitive Awareness: Insights from a Longitudinal Study in Higher Education. Reflective Practice. DOI: 10.1080/14623943.2020.1716708
- https://medium.com/the-ascent/how-to-use-a-journal-for-healing-670dc0b0a764
Leave a Reply