Mengatasi Generation Gap di Tempat Kerja: Kita Rekan Bukan Lawan

Cara Menerapkan Gaya Hidup Slow Living agar Tidak Hectic dan Lebih Menikmati Hidup
Cara Menerapkan Gaya Hidup Slow Living agar Tidak Hectic dan Lebih Menikmati Hidup

Intergenerational atau berbagai generasi yang berkumpul dalam satu tempat yang sama kini menjadi fenomena umum di dunia kerja dan memunculkan suatu kondisi yang disebut generation gap. Memasuki tahun 2021, anak-anak dari generasi Z mulai memasuki dunia kerja.

Jika melihat usia produktif sebagai angkatan kerja, saat ini kamu mungkin menemukan orang-orang dari generasi baby boomers, generasi X, millennials, dan generasi Z dalam satu kantor yang sama.

Tidak asing rasanya mendengar generation gap atau perbedaan generasi yang seringkali menimbulkan perdebatan atau diskusi panjang yang berakhir dengan stereotip jika salah satu generasi cenderung bersikap tertutup atau generasi lainnya cenderung bersikap terlalu bebas.

Bagaimana jadinya jika perbedaan generasi dalam suatu divisi justru menjadikan kamu dan rekan kerjamu menjadi lawan yang selalu berpikir negatif tentang ide satu sama lain?

Apa itu generation gap?

Generation gap adalah perbedaan nilai dan sikap yang dimiliki satu generasi dengan generasi lainnya, khususnya di antara pemuda dan pemudi dan para orang tua mereka. Kalau diarahkan pada konteks dunia kerja, generation gap terjadi di antara generasi karyawan dari generasi X, milenial, dan generasi Z.

Perbedaan ini disebabkan tiadanya rasa saling memahami satu sama lain karena adanya perbedaan dalam hal pengalaman, pendapat, kebiasaan, dan sikap.

Karakteristik di Dunia Kerja

Generation gap tak sekadar menunjukkan perbedaan dari sisi usia saja, namun juga dari segi motivasi. Setiap generasi memiliki sumber motivasi kerja yang berbeda.

Berdasarkan studi tahun 2020 terhadap 1.349 partisipan dari generasi X, millennials, dan generasi Z, generasi X cenderung lebih termotivasi dengan adanya regulasi yang jelas.

Berbanding terbalik, generasi Z justru lebih menghargai intrinsik motivasi dan bentuk materi yang didapat mereka dari pekerjaan tersebut. 

Generasi Z terlihat lebih dapat berkomitmen terhadap suatu pekerjaan dibanding generasi millenials. Sementara millennials tampak lebih menghargai keterlibatan emosional mereka dalam pekerjaan, seperti perasaan bangga saat berhasil atau bersalah saat gagal. 

Berbeda dengan millennials dan generasi Z, generasi X tampak lebih termotivasi dengan kehidupan sosial di tempat kerja, termasuk adanya pujian dari rekan kerja mereka.

Setiap generasi hidup dan berkembang pada masa yang berbeda yang memungkinkan individu dalam tiap generasi memiliki perspektif yang berbeda tentang karir dan pekerjaan. 

Selain motivasi kerja, terdapat perbedaan dalam penguasaan teknologi yang memungkinkan millennials dan generasi Z lebih baik dibanding generasi X maupun baby boomers.

Di sisi lain, terdapat beberapa stereotip berkaitan dengan perbedaan generasi, seperti millennials yang seringkali dikaitkan dengan loyalitas terhadap suatu perusahaan yang rendah. 

Hal ini dikarenakan generasi millennials lebih fokus untuk mempelajari hal baru untuk menambah nilai diri dan pengalaman mereka menjadi lebih luas.

Namun tentunya, karakteristik dari setiap generasi sebenarnya memiliki potensi dan kelebihan yang dapat diaktualisasikan untuk keberhasilan suatu organisasi bisnis. 

Penelitian tahun 2021 oleh Fandy dan Krismi menunjukkan jika generasi Y atau millennials memiliki kemampuan job crafting  yang baik. Job crafting merupakan proses untuk mendesain kembali komponen pekerjaan sesuai dengan kemampuan pribadi.

Dari penelitian tersebut, ditunjukkan bahwa job crafting berkorelasi positif dengan employee well being, sehingga millennials yang mampu melakukan job crafting cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 

Employee well-being yang dimiliki millennials juga mungkin berpengaruh terhadap work engagement dan kepuasan kerja mereka. Dengan kata lain, generasi millennial yang suka mengeksplorasi bakat dan potensi mereka juga tidak selamanya buruk loh.

Mengatasi Perbedaan Antar Generasi 

Terlepas dari generation gap, ada baiknya jika manajer maupun setiap individu di lingkungan kerja memahami jika karakter tertentu merupakan bagian pribadi yang unik, tidak selalu melulu tentang “generasi”.

Berbicara tentang organisasi bisnis, tentunya setiap karyawan punya tanggung jawab dan tujuan umum yang sama sehingga lebih penting untuk mencari alasan yang untuk “bersatu” ketimbang mengkotak-kotakkan setiap orang berdasarkan generasinya. 

Pada dasarnya, setiap generasi memiliki karakteristik dan pola kerja yang dapat menjadi kelebihan jika dapat dikolaborasikan dengan baik dalam satu tim.

Tentunya dibutuhkan manajemen yang baik oleh perusahaan maupun team leader untuk mampu membuat setiap individu dari generasi yang berbeda saling bekerja sama. 

Team leader juga memiliki peran yang penting untuk memahami karakter setiap orang dalam divisinya dan mencari cara untuk dapat mengkolaborasikan kelebihan mereka menjadi suatu kunci keberhasilan tim.

Untuk dapat memahami setiap anggota tim, tidak ada yang bisa menggantikan komunikasi dan dialog yang diadakan dengan suasana yang hangat. 

Setiap generasi mungkin memiliki perbedaan pemahaman atas penggunaan teknologi, struktur organisasi, makna kerja, serta work-life balance yang ingin diusahakan.

Oleh karena itu, team leader perlu mulai membicarakan hal-hal tersebut secara terbuka sehingga dapat memahami situasi dengan lebih baik. 

Tak lupa, satu aspek yang dapat menjadi dasar dari dialog dan kolaborasi antar generasi di tempat kerja adalah memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan akan lebih baik fokus pada potensi ketimbang mencari kelemahan dan perbedaan.